BATUBARA
Sejarah
Batubara, diperkirakan orang China mengenal dan menambang batubara
sejak beberapa abad sebelum Masehi (Chengi mines). Lama sesudah itu
Marcopolo (1280) menyebutnya sebagai benda ajaib dari Cina. Filosof dari
Yunani Theophrastos (muridnya Aristoteles) mengenal batubara dan
menyebutnya dengan “anthrax geodes” yang merupakan asal dari kata
Antrasit yang dikenal sekarang.
Batubara merupakan sedimen
organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri dari kandungan
bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan
yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak
air, biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat
penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami
proses perubahan menjadi batubara.
Batubara adalah batuan sedimen
(padatan) yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhan, berwarna coklat
sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia,
yang mana mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya.
Batubara
adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat
proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh
karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun
proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan
pembatubaraan (coalification).
Batubara adalah termasuk salah satu
bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat
terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batubara juga
adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
UMUR BATUBARA
Pembentukan
batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada
era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340
juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batubara yang paling
produktif dimana hampir seluruh deposit batubara (black coal) yang
ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman
Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batubara yang
ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan
berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di pelbagai
belahan bumi lain.
MATERI PEMBENTUK BATUBARA
Hampir
seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai
berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk
batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa
bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga
Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah,
semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis
Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun
utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang
bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat
terawetkan.
KELAS DAN JENIS BATUBARA
Berdasarkan tingkat
proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu,
batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus,
sub-bituminus, lignit dan gambut.
Antrasit adalah kelas
batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang
dari 8%.
Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan
berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak
ditambang di Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit
karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang
kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
PEMBENTUKAN BATUBARA
Proses
perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut
dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap
proses yang terjadi, yakni:
Tahap Diagenetik atau Biokimia,
dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk.
Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air,
tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk
gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
BATUBARA DI INDONESIA
Di
Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan
Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau
Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis
tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar
Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau
sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala
waktu geologi.
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada
iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini.
Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka
air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain,
kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik
yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan
batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal.
Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara Miosen. Sebaliknya, endapan
batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi.
Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin,
dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang
terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar
Kalimantan.[1]
ENDAPAN BATUBARA EOSEN
Endapan ini terbentuk
pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah
atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi
berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah
barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari
batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan
berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah
yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan
busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng
Indo-Australia.[2] Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen
itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang
dangkal.
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batubara
terjadi sekitar Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih
muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah,
endapan fluvial yang terjadi pada fasa awal kemudian ditutupi oleh
endapan danau (non-marin).[2] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan
bagian tenggara dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan
batubara yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di
atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.[3]
Endapan
batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut:
Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan
Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau
(Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat)
dan Sumatera Tengah (Riau).
Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batubara Eosen di Indonesia.
Tambang
Cekungan Perusahaan Kadar air total (%ar) Kadar air inheren
(%ad) Kadar abu (%ad) Zat terbang (%ad) Belerang (%ad) Nilai
energi (kkal/kg)(ad)
Satui Asam-asam PT Arutmin Indonesia 10.00 7.00 8.00 41.50 0.80 6800
Senakin Pasir PT Arutmin Indonesia 9.00 4.00 15.00 39.50 0.70 6400
Petangis Pasir PT BHP Kendilo Coal 11.00 4.40 12.00 40.50 0.80 6700
Ombilin Ombilin PT Bukit Asam 12.00 6.50 <8.00 36.50 0.50 - 0.60 6900
Parambahan Ombilin PT Allied Indo Coal 4.00 - 10.00 (ar) 37.30 (ar) 0.50 (ar) 6900 (ar)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
ENDAPAN BATUBARA MIOSEN
Pada
Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan
Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi
transgresi marin pada kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin
klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan
kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan
maupun Sumatera. Endapan batubara Miosen yang ekonomis terutama
terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan
Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan.
Batubara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.
Batubara
ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran
pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera
bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang
rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batubara Miosen ini tergolong
sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat
tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batubara
Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada
Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batubara di sekitar hilir
Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat
Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.
Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batubara Miosen di Indonesia.
Tambang
Cekungan Perusahaan Kadar air total (%ar) Kadar air inheren
(%ad) Kadar abu (%ad) Zat terbang (%ad) Belerang (%ad) Nilai
energi (kkal/kg)(ad)
Prima Kutai PT Kaltim Prima Coal 9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)
Pinang Kutai PT Kaltim Prima Coal 13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)
Roto South Pasir PT Kideco Jaya Agung 24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)
Binungan Tarakan PT Berau Coal 18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)
Lati Tarakan PT Berau Coal 24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)
Air Laya Sumatera bagian selatan PT Bukit Asam 24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)
Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
SUMBERDAYA BATUBARA
Potensi
sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau
Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat
dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan
keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan
Sulawesi.
Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama
selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak
industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dibandingkan
solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori
sedangkan batubara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar
industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batubara termasuk
cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat
berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup
untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan.
Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan
mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori
lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai
kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batubara
sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika
dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang
bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini
adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batubara.
Membakar
batubara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan
teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi
pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed
grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain,
masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
GASIFIKASI BATUBARA
Coal
gasification adalah sebuah proses untuk merubah batubara padat menjadi
gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses
pemurnian gas-gas ini CO (karbon monoksida), karbon dioksida (CO2),
hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai
bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas
kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata
mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi,
batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah
sulfur dan nitrogen, bila batubara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan
dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat
menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh
ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan
asam" “acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran
yang umum tercampur dengan batubara, partikel kecil ini tidak terbakar
dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel
kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap
air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini
adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.
BAGAIMANA MEMBUAT BATUBARA BERSIH
Ada
beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang
ada sedikit di batubara, pada beberapa batubara yang ditemukan di Ohio,
Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri
dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang
ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat
lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat
batubara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum
mencapai cerobong asap.
Satu cara untuk membersihkan batubara
adalah dengan cara mudah memecah batubara ke bongkahan yang lebih kecil
dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu
bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan
besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's
gold” dapat dipisahkan dari batubara. Secara khusus pada proses satu
kali, bongkahan batubara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi
air , batubara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam.
Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang
membersihkan batubara dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua
sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada
batubara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul
karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic sulfur," dan pencucian tak
akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur
batubara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul
batubara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal,
ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia
ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua
fasilitas yang dibangun setelah 1978 — telah diwajibkan untuk mempunyai
alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil
pembakaran batubara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini
sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang
menyebutnya "scrubbers" — karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur
keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batubara.
MEMBUANG NOX DARI BATUBARA
Nitrogen
secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada
kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom
nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia,
tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000
F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk
ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx.
NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak didalam
batubara.
Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan
kabut coklat yang kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar,
juga sebagai polusi yang membentuk “acid rain” (hujan asam), dan dapat
membantu terbentuknya sesuatu yang disebut “ground level ozone”, tipe
lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.
Salah
satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan
asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar barubara di
pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang
pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen
terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran
pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana
terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis
terbakar. Konsep ini disebut "staged combustion" karena batubara
dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai "low-NOx burners"
dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang
terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang
bekerja seperti "scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap)
dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia
khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang
tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners,"
namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.
CADANGAN BATUBARA DUNIA
Daerah batubara di Amerika Serikat
Pada
tahun 1996 diestimasikan terdapat sekitar satu exagram (1 × 1015 kg
atau 1 trilyun ton) total batubara yang dapat ditambang menggunakan
teknologi tambang saat ini, diperkirakan setengahnya merupakan batubara
keras. Nilai energi dari semua batubara dunia adalah 290 zettajoules.[4]
Dengan konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt,[5] terdapat cukup
batubara untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600 tahun.
British
Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005,
terdapat 909.064 juta ton cadangan batubara dunia yang terbukti (9,236 ×
1014 kg), atau cukup untuk 155 tahun (cadangan ke rasio produksi).
Angka ini hanya cadangan yang diklasifikasikan terbukti, program bor
eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama sekali daerah yang di bawah
eksplorasi, terus memberikan cadangan baru.
Departemen Energi
Amerika Serikat memperkirakan cadangan batubara di Amerika Serikat
sekitar 1.081.279 juta ton (9,81 × 1014 kg), yang setara dengan 4.786
BBOE (billion barrels of oil equivalent).[6] The United States
Department of Energy uses estimates of coal reserves in the region of
1,081,279 million short tons (9.81 × 1014 kg), which is about 4,786 BBOE
(billion barrel of oil equivalent) (1,081,279*0.907186*4.879) .[7] The
amount of coal burned during 2001 was calculated as 2.337 GTOE
(gigatonnes of oil equivalent), which is about 46 million barrels of oil
equivalent per day.[8] Were consumption to continue at that rate those
reserves would last about 285 years. As a comparison natural gas
provided 51 million barrels (oil equivalent), and oil 76 million
barrels, per day during 2001.
Of the 3 fossil fuels coal has the
most widely distributed reserves, and coal is mined in over 100
countries, and on all continents except Antarctica. The largest reserves
are found in the USA, Russia, Australia, China, India and South
Africa.-->
2.3. PERKEMBANGAN BUMI DAN TERJADINYA ENDAPAN BATUBARA
Dengan
adanya era dan distribusi endapan batubara yang tertentu di muka bumi
ini maka beberapa pertanyaan atau teka-teki kemudian timbul bagi para
ahli batubara seperti :
a. Kenapa hanya pada periode tertentu saja batubara terbentuk.
b. Kenapa hanya pada tempat tertentu saja batubara terbentuk.
c.
Bagaimana bisa batubara dari tempat yang berjauhan dapat dikorelasikan
sedangkan batubara yang berdekatan sangat sulit dikorelasikan.
Pertanyaan
ini bisa dijawab dengan Geologi Modern (continental drift dan
perkembangannya), Paleontologi (paleobotani/evolusi flora) dan
Climatologi
(siklus iklim dalam kaitannya dengan perkembangan atau pergeseran benua).
Dulu
orang beranggapan bahwa bumi itu diam. Tetapi berikutnya disepakati
bahwa bumi itu bergerak dan dinamis. Dikenal 3 fase dalam perkembangan
konsep teori ini (Van Krevelen, 1993) :
Theories of the continental drift.
Theories of ocean floor spreading (pemekaran lantai samudera).
Theories of the plate tectonics (tektonik lempeng).
Continental
drift dikemukakan oleh Antonio Snider-Pellegrini tahun 1958 dan lebih
dari lima puluh tahun berikutnya (1915) dikembangkan oleh Alfred
Wegener. Teori ini berikutnya bisa menerangkan pembentukan pegunungan,
gempa bumi, perubahan iklim, distribusi tumbuhan dan binatang di bumi
serta perpindahan kutub dan sebagainya. Menurut Wegener bahwa dulu benua
itu menjadi satu yang disebut Pangaea (Gambar 12) dan satu lautan
Panthalassa. Pangaea pecah menjadi dua benua besar yaitu Laurasia dan
Gondwana (dinamai oleh Alex Du Toit / ahli geologi Afrika Selatan).
Berdasarkan rekonstruksi continental drift yang dibuat oleh Bambach,
Scotese dan Ziegler (1980) dari data paleomagnetik hasil penyelidikan di
Greenland maka sebelum menjadi Pangaea, benua-benua itu asalnya
terpisah satu sama lain (paleogeografi mulai 540 juta tahun yang lalu
Sesudah
Wegener maka ada lagi Holmes (sekitar tahun 1935) dengan arus konveksi
pada mantel bumi dan Vening Meinesz (hasil penelitian dasar laut dengan
Kapal Belanda dari tahun 1923 sampai dengan 1938) menemukan variasi gaya
berat dasar laut dalam. Kedua hasil ini dikombinasikan oleh Hess dan
Dietz (1960) dan menghasilkan konsep ocean floor spreading. Sebagai
bagian akhir dari pemikiran bahwa bumi itu dinamis maka muncul teori
plate tectonics (tektonik lempeng).
Selain
tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga
bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal
ini biasanya kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran
mikroba. Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat berupa
pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di
rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan
batubara tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan
yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain
karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya
reaksi kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara.
Secara
umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi
tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut)
umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan
batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap awal dari terbentuknya
batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat
didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada,
mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi
berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses
coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan
batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang
berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga
tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal
seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan
penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang mengakibatkan perubahan
seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air,
dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang peranan yang
sangat penting.
II. PENYUSUN BATUBARA
Konsep
bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya
cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya
batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal
dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari
polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan
penyusunnya.
a. Lignin
Lignin
merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah
susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul
umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat
diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman.
Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai susunan
p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer
dari satu atau beberapa jenis alkohol.
Hingga saat ini, sangat
sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan unsur
organik utama yang menyusun batubara.
b. Karbohidrat
Gula
atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara
lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai
kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus
hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun
polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara,
karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak mengandung
polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk
batubara.
c. Protein
Protein merupakan
bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai
protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya
adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein
pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.
d. Material Organik Lain
Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada batangnya.
Tanin
Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian
batangnya.
Alkaloida
Alkaloida
merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun batubara.
Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam
bentuk rantai.
Porphirin
Porphirin merupakan komponen
nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin biasanya terdiri
atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang
tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam
batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk
mendeterminasi perkembangan dari proses coalifikasi.
Hidrokarbon
Unsur
ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen
kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan
sistem aromatik polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda
inklusi material sterane-type dalam pembentukan batubara. Ini menandakan
bahwa struktur rangka tetap utuh selama proses pematangan, dan tidak
adanya perubahan serta penambahan struktur rangka yang baru.
Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)
Selain
material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya
material inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral
eksternal. Unsur mineral inheren adalah material inorganik yang berasal
dari tumbuhan yang menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan
batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa
dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah yang
menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.
III. PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA
Pembentukan
batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa material tanaman
terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami peluruhan
sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses kimia
dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan
batubara harus ditandai dengan terbentuknya peat.
Pembentukan Lapisan Source
a. Teori Rawa Peat (Gambut) - Autocthon
Teori
ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi
sisa-sisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam
suatu area yang sama. Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu
geologi yang cukup, yang kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara
yang dimulai dengan terbentuknya peat yang kemudian berlanjut dengan
berbagai macam kualitas antrasit. Kelemahan dari teori ini adalah tidak
mengakomodasi adanya transportasi yang bisa menyebabkan banyaknya
kandungan mineral dalam batubara.
b. Teori Transportasi – Allotocton
Teori
ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari
degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah
lingkungan rawa peat, melainkan akumulasi dari transportasi material
yang terkumpul didalam lingkungan aqueous seperti danau, laut, delta,
hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi proses yang berbeda
untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula.
c. Proses Geokimia dan Metamorfosis
Setelah
terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses.
Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur
dan tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya
adalah proses pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan akan
terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah
peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia
mendominasi, yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah
tahap biokimia ini selesai maka berikutnya prosesnya didominasi oleh
proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur dan
tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan
temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan
reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme
(temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material pada
suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara
terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.
IV. HETEROATOM DALAM BATUBARA
Heteroatom
dalam batubara bisa berasal dari dalam (sisa-sisa tumbuhan) dan
berasal dari luar yang masuk selama terjadinya proses pematangan.
Nitrogen
pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5 – 1,5 % w/w
yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk selama proses
pembentukan batubara.
Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 –
30 % w/w terdapat pada lignit atau 1,5 - 2,5 % w/w untuk antrasit,
berasal dari bermacam-macam material penyusun tumbuhan yang terakumulasi
ataupun berasal dari inklusi oksigen yang terjadi pada saat kontak
lapisan source dengan oksigen di udara terbuka atau air pada saat
terjadinya sedimentasi.
Variasi kandungan sulfur pada batubara
berkisar antara 0,5 – 5 % w/w yang muncul dalam bentuk sulfur organik
dan sulfur inorganik yang umumnya muncul dalam bentuk pirit. Sumber
sulfur dalam batubara berasal dari berbagai sumber. Pada batubara dengan
kandungan sulfur rendah, sulfurnya berasal material tumbuhan penyusun
batubara. Sedangkan untuk batubara dengan kandungan sulfur
menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari air laut.
V. PENGGUNAAN BATUBARA
Penggunaan utama dari batubara yang diperdagangkan yang di seluruh
dunia adalah untuk pembuatan baja dan generator listrik, industri dan
konsumsi domestik . Ketiadaan kendali lingkungan di dalam penggunaan
batubara di masa lalu telah mendorong polusi udara dan daratan
seperti halnyaperusakan lingkungan pemukiman. petunjuk Lingkungan modern
dan perundang-undangan merupakan salah satu cara perbaikan kerusakan
dari masa lalu dan mencegah suatu kejadian atau gejala seperti itu
kembali . Suatu garis besar menyangkut jenis pemerhatian lingkungan
itu ada jika batubara dimanfaatkan, bersama-sama dengan arus
peningkatan teknologi di dalam pekerjaan teknik tambang, listrik dan
proses industri emisi/ pancaran generatori. Pemasaran batubara
diuraikan sesuai dengan kontrak dan mekanisme penetapan harga yang
biasanya dipekerjakan di dalam produksi batubara .
KINDS AND TYPES OF COAL
The
kinds of coal, in increasing order of alteration (or rank), are lignite
(brown coal), sub-bituminous, bituminous, and anthracite. These classes
are further divided into subclasses based on their degree of alteration
(measured by volatile-matter content, Btu's, or by petrographic means).
Coals from the Eastern and Western Kentucky Coal Fields are all
bituminous; small deposits of lignite have been found in the Jackson
Purchase Region. The bituminous coals are also subdivided into types of
coal as well: banded and non-banded. Non-banded massive coals are
cannel, boghead, and some types of "splint" coal. Banded coals are
divided into subtypes based on the nature of the bands and are either
bright-banded or dull-banded. The bands are classified into four major
lithotypes: vitrain (bright, black, glassy, brittle), clarain (bright,
satiny texture, brittle), durain (dull, grainy texture, tough), and
fusain (dull black, charcoal texture, gets hands dirty).
Batubara
adalah suatu tipe batu yang unik dalam kolom geologi; dalam hal ini
batubara mempunyai suatu cakupan luas yang meliputi sifat kimia dan
sifat fisis, dan telah dipelajari dalam periode atau waktu yang cukup
lama.
Hal Ini dimaksudkan dapat menjadi dasar pamanduan menuju
pemahamandalam variasi batubara, gaya asalnya, dan prosesteknik yang
diperlukan untuk mengevaluasi kejadian batubara.
Peristiwa
pengembangan batubara yang berhubungan dengan kolom geologibatubara
utama yang terbentuk di seluruh dunia. Dapat diterima bahwa proses ini
tidak terjadi secara total dan menyeluruh dan batubara itu terjadi di
dalam area kecil yang tidak ditandai dalam tabel atau figur.
Perkiraan
mengenai sumber daya dan cadangan batubara global, didaftarkan
bersama-sama dengan figur produksi batubara untuk menandai di mana
adanya deposito yang utama dan pekerjaan aktivitas tambang yang
sekarang ini dipusatkan kemudian ditinjau, bersama-sama dengan utama
metoda pekerjaan tambang batubara. Penggunaan teknologi komputer yang
terus meningkat pasti mempunyai suatu dampak yang dalam pada hubungan
studi geologi dan pekerjaan tambang. Sebagian dari aplikasi komputer ini
akan dibahas.
Pada perkembangangannya di beberapa tahun terakhir
telah menjadi usaha untuk menggunakan batubara sebagai suatu sumber
energi alternatif dengan pemindahan gas metana memasang gas dari
batubara atau mencairkan batubara sebagai bahan bakar sumber langsung,
atau oleh gasifi- kation batubara di tempat asal bawah tanah. Teknologi
ini penting sekali di dalam area penambangan batubara yang
konvensional telah berhenti atau jika deposito batubara diposisikan
pada titik yang tidak ekonomis untuk ditambang, atau di dalam area
di mana pekerjaan tambang mempertimbangkan lingkungan yang tidak
diinginkan.
1.3 PENGGUNAAN BATUBARA
Penggunaan utama
dari batubara yang diperdagangkan yang di seluruh dunia adalah untuk
pembuatan baja dan generator listrik, industri dan konsumsi domestik .
Ketiadaan kendali lingkungan di dalam penggunaan batubara di masa
lalu telah mendorong polusi udara dan daratan seperti halnyaperusakan
lingkungan pemukiman. petunjuk Lingkungan modern dan perundang-undangan
merupakan salah satu cara perbaikan kerusakan dari masa lalu dan
mencegah suatu kejadian atau gejala seperti itu kembali . Suatu garis
besar menyangkut jenis pemerhatian lingkungan itu ada jika batubara
dimanfaatkan, bersama-sama dengan arus peningkatan teknologi di
dalam pekerjaan teknik tambang, listrik dan proses industri emisi/
pancaran generatori. Pemasaran batubara diuraikan sesuai dengan kontrak
dan mekanisme penetapan harga yang biasanya dipekerjakan di dalam
produksi batubara .
1.4 LATAR BELAKANG
Di negara-negara
industri, batubara telah menjadi sumber kunci energi dan suatu
penyokong utama pertumbuhan ekonomi dan dalam pilihan sumber
alternatif masa kini.
Geologi Batubara
Ekonomi
industrialisasi sudah melihat suatu perubahan di dalam peran untuk
batubara. Awalnya batubara digunakan sebagai suatu sumber panas dan
menggerakkan industri dan rumah tangga. Sepanjang tahun 1950 dan 1960
minyak murah membatasi pertumbuhan penggunaan batubara, tetapi
ketidak-pastian persediaan minyak di dalam tahun 1970 mendorong
penerusan konsumsi batubara dan mengalami pertumbuhan cepat dalam
perdagangan batubara internasional. Pada gilirannya diikuti dengan suatu
gambaran yang kurang baik untuk batubara sebagaipenyokong efek rumah
kaca emisi gas ( GHG) , yang dikenali dengan panas global. batubara
Industri mempunyai jawaban positif pada permasalahan ini dan pabrik
industri modern mempunyai banyak emisi yang lebih rendah dibanding
tahun sebelumnya. Bagaimanapun, terdapat suatu pertanyaandalam
penggunaan batubara pada konsepsi kebutuhan sumber energi masyarakat,
sungguhpun batubara meliputi kurang dari 13% dari semua emisi GHG , dan
generasi listrik dari batubara hanya berperan sekitar 10% dari sumber
buatan tangan manusiatentang CO2. Sebagai suatu contoh ekstrim,
penghapusan batubara dari generasi listrik di Perserikatan Eropa
hanya akan mengurangi emisi CO2 ada dengan kurang dari 2% ( Knapp
1997).dunia Konsumsi bahan bakar fosil, dan begitu emisi/ pancaran CO2,
akan terus ditingkatkan, dan padatahun 2010 bahan bakar fosil akan masih
ditemui sekitar 90%sebagai kebutuhan energi utama. Sasaran hasil dari
' Perserikatan Bangsa-Bangsa Kerangka Konvensi pada IklimPerubahan' (
UNFCCC), yang ditandatangani pada tahun 1992 Bumi Puncak di Rio
deJaneiro, mengenai konsentrasi ' STABILISE GHG dalam atmospir pada
suatu tingkatan yang akan mencegah berbahaya gangguan campur tangan
anthropogenic denga n sistem iklim'. Tidak ada tingkatan yang di-set
dikenali tetapi emisi/ pancaran dikembangkan di dalam negara-negara
diharapkan untuk;menjadi dikurangi menjadi 1990 tingkatan.
Satu
rangkaian pertemuan tahunan oleh badan internasional di bawah UNFCCC,
Konferensi dari Pesta ( POLISI) telah berlangsung, khususnya COP-3 di
(dalam) Kyoto, Jepang di (dalam) 1997, di mana Kyoto Protokol disiapkan,
pengaturan emisi/ pancaran target untuk semua negara-negara y ang
menghadiri peretemuan tersebut.Bagaimanapun, Pemerintah Menteri pada
COP-6 di Hague pada bulan November 2000 sudah setuju di jalan
menyampaikan Target temu Kyoto protokol. Ini mempunyai ditempatkan
keseluruhan Kyoto yang ambisius Protokol dan rencana optimis untuk
suatu persetujuan global pada pengurangan emisi/ pancaran GHG dalam
suatu posisi tidak-pasti ( Knapp 2001). Ini adalah suatu indikasi
over-ambitiousgol bukannya kegagalan di dalam negosiasi, dan itu
apakah sampai kepada pesta yang terkait untuk menetapkan suatu yang
di-set realistis tentang target untuk emisi/ pancaran pengurangan di
masa datang. tinggal suatu fakta yang banyak ekonomi masih tergantung
pada batubara untuk suatu porsi penting dari kebutuhan energi
mereka. Batubara sekarang ini meliputi 23% konsumsi dunia tentang energi
utama, dan batubara menyediakan bahan bakar sekitar 38% dari total
listrik dunia . sejumlah batubara Hitam yang diperdagangkan untuk 573
Mtpa, yang mana 381 Mt adalah uap air batubara dan 192 Mt adalah coking
batubara.batubara Cadangan sekarang ini diperkirakan
sekitar 985 milyar ton, dan batubara dunia reserves-toproduction
perbandingan hampir enam kali lipat untuk minyak, dan empat kali lipat
untuk gas-alam,bersama-sama dengan distribusi menjamin deposito
batubara, akan memastikan bahwa batubara akan terus digunakan sebagai
sumber daya energi utama untuk beberapa waktu pantas dipertimbangkan
untuk datang. Dengan skenario ini di(dalam) pikiran, volume ini
dimaksudkan untuk membantu industri batubara, untuk membuat ekonomi
dan keputusan legislatif tentang batubara. pandangan dan Filosofi
menyatakan dalam buku ini adalah mereka pengarang dan bukan penerbit.
Batubara
merupakan salah satu sumber energi primer yang memiliki riwayat
pemanfaatan yang sangat panjang. Beberapa ahli sejarah yakin bahwa
batubara pertama kali digunakan secara komersial di Cina. Ada laporan
yang menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina menyediakan batu
bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar
tahun 1000 SM. Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata
berasal dari filsuf dan ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles, yang
menyebutkan adanya arang seperti batu. Abu batu bara yang ditemukan di
reruntuhan bangunan bangsa Romawi di Inggris juga menunjukkan bahwa
batubara telah digunakan oleh bangsa Romawi pada tahun 400 SM.
Catatan
sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama penambangan batu
bara di Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batu bara laut
dari lapisan batu bara yang tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan dan
diekspor ke Belgia. Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19,
kebutuhan akan batubara amat mendesak. Penemuan revolusional mesin uap
oleh James Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan dalam
pertumbuhan penggunaan batu bara. Oleh karena itu, riwayat penambangan
dan penggunaan batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah Revolusi
Industri, terutama terkait dengan produksi besi dan baja, transportasi
kereta api dan kapal uap.
Namun
tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai berkurang
seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya,
sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber
energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti
bahwa batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu
sumber energi primer.
Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan
banyak pihak bahwa ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber
energi primer, dalam hal ini minyak, akan menyulitkan upaya pemenuhan
pasokan energi yang kontinyu. Selain itu, labilnya kondisi keamanan di
Timur Tengah yang merupakan produsen minyak terbesar juga sangat
berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan. Keadaan
inilah yang kemudian mengembalikan pamor batubara sebagai alternatif
sumber energi primer, disamping faktor ・faktor berikut ini:
1. Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas.
Diperkirakan
terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara terbukti (proven
coal reserves) di seluruh dunia yang tersebar di lebih dari 70 negara.
Dengan asumsi tingkat produksi pada tahun 2004 yaitu sekitar 4.63 milyar
ton per tahun untuk produksi batubara keras (hard coal) dan 879 juta
ton per tahun untuk batubara muda (brown coal), maka cadangan batubara
diperkirakan dapat bertahan hingga 164 tahun. Sebaliknya, dengan tingkat
produksi pada saat ini, minyak diperkirakan akan habis dalam waktu 41
tahun, sedangkan gas adalah 67 tahun. Disamping itu, sebaran cadangannya
pun terbatas, dimana 68% cadangan minyak dan 67% cadangan gas dunia
terkonsentrasi di Timur Tengah dan Rusia.
2. Negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkemuka memiliki banyak cadangan batubara.
Berdasarkan
data dari BP Statistical Review of Energy 2004, pada tahun 2003, 8
besar negara ・negara dengan cadangan batubara terbanyak adalah Amerika
Serikat, Rusia, China, India, Australia, Jerman, Afrika Selatan, dan
Ukraina.
3. Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang stabil.
4. Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas.
5. Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan.
6. Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi sementara.
7. Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan handal.
8. Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan.
9.
Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah
dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih
(clean coal technology) dapat dikembangkan dan diaplikasikan.
Melihat
pemaparan di atas, dapat dimengerti bahwa peranan batubara dalam
penyediaan kebutuhan energi sangatlah penting. Disini penulis tidak akan
membahas lebih jauh tentang hal tersebut, tapi akan mengenalkan tentang
batubara dan parameter umum yang menjadi penilaian kualitas batubara.
Pembentukan Batubara
Batubara
adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat
proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh
karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun
proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan
pembatubaraan (coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya
berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan
berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi)
tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi
yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang
jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara
berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya
(coal seam).
Gambar 1. Proses Terbentuknya Batubara (Sumber: Kuri-n ni Riyou Sareru Sekitan, 2004)
Pembentukan
batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous
Period) --dikenal sebagai zaman batu bara pertama-- yang berlangsung
antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap
endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik'. Proses awalnya,
endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah
menjadi batu bara muda (lignite) atau disebut pula batu bara coklat
(brown coal). Batubara muda adalah batu bara dengan jenis maturitas
organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan
tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batu bara muda akan
mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya
dan mengubah batubara muda menjadi batu bara sub-bituminus
(sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga
batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga
membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam
kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi
terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
Dalam proses
pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan
konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini
ditunjukkan contoh analisis dari masing --masing unsur yang terdapat
dalam setiap tahapan pembatubaraan.
Tabel 1. Contoh Analisis Batubara (daf based) (Sumber: Sekitan no Kisou Chishiki)
Data-data di atas apabila ditampilkan dalam bentuk grafik hasilnya adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Hubungan Tingkat Pembatubaraan - Kadar Unsur Utama
Dari
tabel di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat
pembatubaraan,maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan
oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat
diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan
tingkat pembatubaraan rendah --disebut pula batubara bermutu rendah--
seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi
yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban
(moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan
energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan
semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat.
Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya
akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
(bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar